Neglected

Teruntuk penjelajah hidup paling tegar, sekaligus sahabat terbaik yang tak pernah sekalipun kupertanyakan cintanya.

Ponselku bergetar lagi untuk yang kesekian kalinya. Dan tidak pula beranjak, fokusku masih satu, pada tugas yang jelas harus selesai besok pagi. Seharusnya memang tidak begini, aku tahu apapun alasannya, yang kulakukan tetap salah. Membiarkan pesan-pesan itu menumpuk, lantas esok hari terkejut dan merasa bersalah ketika salah satu dari belasan lainnya masuk kategori 'penting'. Ahh.. Ego yang tak terkontrol, salah yang meski disadari tak kunjung diperbaiki. Aku mendekap kesibukan ini terlalu erat. Tidak, aku terlalu acuh, dan kesibukan itu berganti peran menjadi alasan.

Lalu kenangan ini menyusup begitu saja seolah tanpa kenal permisi. Konsentrasiku sempurna buyar, teringat betapa tidak bermoralnya aku akhir-akhir ini. Terhitung berpuluh kali pesan singkat yang dikirimnya via sms itu kuabaikan. Hanya sebatas kubaca, kemudian dengan acuh kutinggalkan pertanyaan demi pertanyaan yang sengaja disusunnya. Bukan informasi penting yang ingin diketahuinya dariku. Lebih dari itu, bila aku pandai memahami. Yang ingin ia ketahui memang tidak penting untukku, tetapi lebih dari penting untuknya. Kabarku. Ya, itu saja. Di penghujungnya, mereka merasukiku satu persatu, meninggalkan sesal dan rasa bersalah yang teramat sangat. Ya Tuhan, sungguh aku minta maaf.

Belum usai batinku dicemooh, dentangan waktu seperti mengundangku pergi menilik masa lalu. Ketika kau menjadi satu-satunya sumber cahaya dalam kelemahan yang mempersulitku untuk bangkit seorang diri. Ketika senyumnya kau kirim melalui pagi-pagi beku yang masih berselubung kabut. Diluar itu, aku tak bisa pula memungkiri bahwa kau tidak sekalipun alpha menjadi yang pertama mengucap 'Selamat Ulang Tahun' padaku di setiap Aprilnya, pagi ke dua puluh tiga. Lalu disaat orang lain membawakan buket bunga untuk sekedar dipajang, atau buah-buahan manis yang sama sekali tak kusentuh dalam setiap sakitku, kau datang dengan secercah kebahagiaan dan sentuhan doa. Jadi, akan irikah semua orang, mengetahui bahwa aku tidak pernah tidur tanpa selipan 'Selamat Malam' mu di setiap lipatan kecil selimutku, tidak pula mengawali hari tanpa sebungkus semangat darimu. Usai itu, sesak. Napasku tersengal. Aku rindu.

Perjalanan itu mengisyaratkan akhirnya. Aku dibawanya mengingat saat-saat dipaksa menghentikan bunga tidur di setiap songsongan fajarnya, dan pada akhirnya benar menyerah pada aroma masakan yang menggoda selera.

Chef yang takkan pernah terkalahkan. Pendongeng dengan kisah luar biasa yang tak terpatahkan. Guru terbaik yang mengajarkanku 'hidup'. Pencinta yang setia.

Dengan seuntai 'maaf karena mengacuhkan sayangmu' di sela lelah akan tugas yang harus dikumpulkan esok hari.. Atas dasar rinduku yang tak kunjung terkikis waktu, sebersit harapan untuk segera bersua, serta cinta meski tak bisa menandingi milikmu.
Selamat malam, Mama..



Grace Sekar Larasati
Yk, 8 Agt 2012 ; 23.23 WIB

Komentar

Postingan Populer